FILSAFAT ILMU

FILSAFAT ILMU 

Pada tulisan ini akan dijelaskan mengenai:
  1.  Perbedaan pengetahuan biasa dengan pengetahuan ilmu
  2.  Karakteristik pengetahuan filsafat, pengetahuan ilmu, dan pengetahuan tasawuf/mistik dari segi (1) ontilogi, (2) epistemologi, (3) aksiologi.
  3. Karakteristik ajaran filsafat rasionalisme, empirisme, kritisisme, positifisme dan falsifikasionisme dari segi epistemology yakni sumber pengetahuan, metode memperoleh pengetahuan dan ukuran kebenaran pengetahuan.
  4. Empat teori tentang kebenaran yakni correspondensi, koherensi, pragmatis dan religius beserta  masing-masing contohnya teori tersebut. 
  5. Keuntungan dan kerugian tanggug jawab keilmuan beraliran value free dan value bount (terikat) dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
Perbedaan pengetahuan biasa dan pengetahuan ilmu.
Pengetahuan Ilmu   
  1. Pengetahuan yang telah menetapkan objek yang khas atau spesifik dengan menerapkan metodologi yang khas pula.
  2. Kebenaran yang terkandung dalam pengetahuan ilmu bersifat relative, artinya kandungan kebenaran dari jenis pengetahuan ilmiah selalu mendapatkan revisi, yaitu selalu diperkaya oleh hasil penemuan yang paling mutakhir. Dengan demikian, pengetahuan jenis ini selalu mengalami pembaharuan sesuai dengan hasil penelitian yang paling akhir, dan mendapatkan persetujuan para ilmuwan sejenis. 
Pengetahuan Biasa 
  1. Memiliki inti kebenaran yang sifatnya subjektif, artinya amat terikat pada subjek yang mengenal. Dengan demikian, pengetahuan tahap pertama ini memiliki sifat selalu benar, sejauh sarana untuk memperoleh pengetahuan bersifat normal atau tidak ada penyimpangan.

Pendapat yang lain tentang perbedaan pengetahuan biasa dan pengetahuan ilmu:

Pengetahuan Ilmu  
 
1.    Mementingkan sebab-sebabnya
2.    Mencari rumusan yang sebaik-baiknya
3.    Menyelidiki obyeknya selengkap-lengkapnya sampai habis-habisan
4.    Hendak memberikan sintesis yaitu satu pandangan yang bergandengan
5.    Bermetode dan bersistem   

 Pengetahuan Biasa
1.    Tidak memandang betul-betul sebab-sebabnya
2.    Tidak mencari rumusan yang seobyektif-obyektifnya
3.    Tidak menyelidiki obyeknya sampai habis-habisan
4.    Tidak ada sintesis
5.    Tidak bermetode dan tidak bersistem

Karakteristik pengetahuan filsafat, pengetahuan ilmu, dan pengetahuan tasawuf/mistik dari segi (1) ontologi, (2) epistemology, (3) aksiologi. 

    Pengetahuan Filsafat
Ontologi   
 1.    Hakekat Pengetahuan Filsafat

Poedjawijatna mendefinisikan filsafat sebagai sejenis pengetahuan yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan akal pikiran belaka. Hasbullah Bakry mengatakan bahwa filsafat sejenis pengetahuanyang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alamsemesta dan manusia, sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentangbagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimanasikap manusia itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu. Definisi Poedjawijatna dan Hasbullah Bakry menjelaskan satu hal yangpenting yaitu bahwa filsafat itu pengetahuan yang diperoleh dari berpikir.
2.    Srtuktur Pengetahuan Filsafat

Filsafat terdiri atas tiga cabang besar yaitu : antologi, epistemologi, danaksiologi. Ketiga cabang itu sebenarnya merupakan satu kesatuan:• antologi, membicarakan hakikat (segala sesuatu) ini berupa pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu;• epistmologi, cara memperoleh pengetahuan itu;• aksiologi, membicarakan guna pengetahuan itu.Antologi mencakupi banyak sekali filsafat, mungkin semua filsafat masuk di sini,misalnya Logika, Metafisika, Kosmologi, Teologi, Antropologi, Etika, Estetika,Filsafat Pendidikan, Filsafat Hukum dan lain-lain. Epistemologi hanya mencakupsatu bidang saja yang disebut Epistemologi yang membicarakan cara memperolehpengetahuan filsafat. Ini berlaku bagi setiap cabang filsafat. Sedangkan aksiologihanya mencakup satu cabang filsafat yaitu Aksiologi yang membicarakan gunapengetahuan filsafat. Inipun berlaku bagi semua cabang filsafat. Inilah kerangkastruktur filsafat. 

Epistemologi    
1.    Objek Pengetahuan Filsafat

Objek penelitian filsafat lebih luas dari objek penelitian sain. Sain hanyameneliti objek yang ada, sedangkan filsafat meneliti objek yang ada dan mungkinada. Sebenarnya masih ada objek lain yang disebut objek forma yang menjelaskansifat kemendalaman penelitian filsafat. Ini dibicarakan pada epistemologi filsafat. Perlu juga ditegaskan (lagi) bahwa saink meneliti objek-objek yang adadan empiris; yang ada tetapi abstrak (tidak empiris) tidak dapat diteliti oleh sain.Sedangkan filsafat meneliti objek yang ada tetapi abstrak, adapun yang mungkinada, sudah jelas abstrak itu pun jika ada.

2.    Cara memperoleh Pengetahuan Filsafat

Adapun cara memperoleh pengetahuan filsafat adalah dengan berpikir secara mendalam, tentang sesuatu yang abstrak. Mungkin juga objekpemikirannya sesuatu yang konkret, tetapi yang hendak diketahuinya ialah bagian“di belakang” objek konkret itu. Dus abstrak juga. Secara mendalam artinya ia hendak mengetahui bagian yang abstraksesuatu itu, ia ingin mengetahui sedalam-dalamnya. Kapan pengetahuannya itudikatakan mendalam? Dikatakan mendalam tatkala ia sudah berhenti sampai tandatanya. Dia tidak dapat maju lagi, disitulah orang berhenti, dan ia telah mengetahuisesuatu itu secara mendalam. Jadi jelas, mendalam bagi seseorang belum tentumendalam bagi orang lain. 

3.    Ukuran Kebenaran Penngetahuan Filsafat

Pengetahuan filsafat ialah pengetahuan yang logis tidak empiris.Pernyataan ini menjelaskan bahwa ukuran kebenaran filsafat ialah logis tidaknyapengetahuan itu. Bila logis benar, bila tidak logis, salah. Ada hal yang patut Anda ingat. Anda tidak boleh menuntut bukti empirisuntuk membuktikan kebenaran filsafat. Pengetahuan filsafat ialah pengetahuanyang logis dan hanya logis. Bila logis dan empiris, itu adalah pengetahuan sain. Kebenaran teori filsafat ditentukan oleh logis tidaknya teori itu. Ukuranlogis tidaknya tersebut akan terlihat pada argumen yang menghasilkan kesimpulan(teori) itu. Fungsi argumen dalam filsafat sangatlah penting, sama dengan fungsi data pada pengetahuan sain. Argumen itu menjadi kesatuan dengan konklusi,konklusi itulah yang disebut teori filsafat. Bobot teori filsafat justru terletak padakekuatan argumen, bahkan pada kehebatan konklusi. Karena argumen itu menjadikesatuan dengan konklusi, maka boleh juga diterima pendapat yang mengatakanbahwa filsafat itu argumen. Kebenaran konklusi ditentukan 100% oleh argumennya. 

Aksiologi   
 1.    Keguanaan Pengetahuan Filsafat

Kegunaan filsafat bagi akidah

Filsafat (dalam hal ini akallogis) dapat berguna untuk memperkuat keimanan, ini menurut sebagian filosof,seperti Thomas Aquinas; tetapi menurut filosof lain, seperti Kant, bukti-buktiakliah (dalam arti rasio) tentang adanya Tuhan sebenarnya lemah, bukti yang kuatadalah suara hati. Suara hati itu memerintah, bahkan rasio pun tidak mampu melawannya. 

Kegunaan filsafat bagi hukum

Hukum islami yang dijadikan aturan beramal ada di dalam fikih sebagaikumpulan hukum. Fikih (dalam arti kumpulan hukum) itu dibuat berdasarkankaidah-kaidah hukum (yang berfungsi sebagai teori) yang digunakan dalammenetapkan hukum tersebut. Ternyata kaidah-kaidah pembuatan hukum (ushul al-fiqh) itu dibuat berdasarkan teori-teori filsafat. Karena itu manthiq (mantik,logika) amat penting bagi ulama ushul al-fiqh. Selain itu dalam ushul al-fiqh filsafat berguna juga dalam menafsirkan teksdan memberikan kritik ideologi. Dalam menafsirkan teks wahyu atau teks hadis yang akan dijadikansumber aturan hukum. Misalnya dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Quran dan al-Sunnah yang zhanniy yang penafsirannya kadang-kadang memerlukan ta’wildan penafsiran metaforis. Dalam memberikan kritik ideologi, yakni menggunakan fungsi kritisfilsafat. Pemikiran cara filsafat amat diperlukan dalam menganalisis ideologisecara kritis, mempertanyakan dasarnya, memperlihatkan implikasinya danmembuka kedok yang mungkin berada di belakangnya. Dalam hal ini filsafat itudapat melakukan dua hal. Pertama, kritik terhadap ideologi saingan yang akanmerusak Islam atau masyarakat Islam, kedua kritik terhadap hukum islami,misalnya mempertanyakan apakah hukum itu seperti itu, apakah itu sesuai denganesensi yang dikandung oleh teks yang dijadikan dasar hukum tersebut. Kesimpulannya, memang benar, filsafat, khususnya filsafat sebagaimetodologi, berguna bagi pengembangan hukum dalam hal ini hukum islami. 

Kegunaan filsafat bagi bahasa

Tatkala bahasa berfungsi sebagai alat berpikir ilmiah muncul problemyang serius, ini diselesaikan antara lain dengan bantuan filsafat. Begitu jugatatkala pemikiran (filsafat) sampai pada rumusan konsep yang rumit, bahasa jugamengalami persoalan, yaitu bahasa sering kurang mampu menggambarkan isikonsep itu. Bahasa dalam hal ini harus mencari kata dan susunan baru untukmenggambarkan isi konsep itu. 

filsafat sangat berperan dalam menentukan kausalitasbahasa. Tanpa peran serta filsafat (logika) kekeliruan dalam bahasa tidak mungkindapat diperbaiki. Selain itu perkembangan berpikir atau filsafat akan diikuti olehperkembangan bahasa.

2.    Cara Pengetahuan Filsafat Menyelesaikan Masalah

Sesuai dengan sifatnya, filsafat menyelesaikan masalah secara mendalam dan universal. Penyelesaian filsafat secara mendalam, artinya ia ingin mencari asal masalah. Iniversal, artinya filsafat ingin masalah itu dilihat dalam hubungan seluas-luasnya agar nantinya penyelesaian itu cepat dan berakibat seluas mungkin.

    Pengetahuan Ilmu/Sain
Ontologi    
1.    Hakikat Pengetahuan Ilmu

Pengetahuan Ilmu/Sain adalah pengetahuan rasional empiris.

2.    Struktur Pengetahuan  Ilmu

Dalam garis besarnya sain dibagi dua, yaitu sain kealaman dan dan sain sosial.contoh berikut ini hendak menjelaskan struktur sain dalam bentuk nama-nama ilmu. Nama ilmu banyak sekali, namun berikut ditulis beberapa saja di antaranya:

1)    Sain Kealaman
  • Astronomi;
  • Fisika: mekanika, bunyi, cahaya dan optik, fisika nuklir;
  • Kimia: kimia organik, kimia teknik;
  • Ilmu Bumi: paleontologi, ekologi, geofisika, geokimia, mineralogi, geografi;
  • Ilmu Hayati: biofisika, botani, zoologi;
2)    Sain Sosial 
  • Sosiologi: sosiologi komunikasi, sosiologi politik, sosiologi pendidikan • Antropologi: antropologi budaya, antropologi ekonomi, entropologi politik.
  • Psikologi: psikologi pendidikan, psikologi anak, psikologi abnormal;
  • Ekonomi: ekonomi makro, ekonomi lingkungan, ekonomi pedesaan;
  • Politik: politik dalam negeri, politik hukum, politik internasional Agar sekaligus tampak lengkap, berikut ditambahkan Humaniora.
3)    Humaniora 
  • Seni: seni abstrak, seni grafika, seni pahat, seni tari;
  • Hukum: hukum pidana, hukum tata usaha negara, hukum adat (mungkin dapat dimasukkan ke sain sosial);
  • Filsafat: logika, ethika, estetika; • Bahasa, Sastra; • Agama: Islam, Kristen, Confusius; • Sejarah: sejarah Indonesia, sejarah dunia (mungkin dapat dimasukkan ke sain sosial). 
Epistemologi   
 1.    Objek Pengetahuan  Ilmu

Objek Pengetahuan Sain Objek pengetahuan sain (yaitu objek-objek yang diteliti sain) ialah semua objek yang empiris. Jujun S. Suriasumantri menyatakan bahwa objek kajian sain hanyalah objek yangberada dalam ruang lingkup pengalaman manusia. Yang dimaksud pengalaman disini ialah pengalaman indera. Objek kajian sain haruslah objek-objek yang empiris sebab bukti-buktiyang harus ia temukan adalah bukti-bukti yang empiris. Bukti empiris inidiperlukan untuk menguji bukti rasional yang telah dirumuskan dalam hipotesis. Apakah objek yang boleh diteliti oleh sain itu bebas? Artinya, apakah sainboleh meneliti apa saja asal empiris? Menurut sain ia boleh meneliti apa saja, iaebas; menurut filsafat akan tergantung pada filsafat yang mana; menurut agamabelum tentu bebas. Objek-objek yang dapat diteliti oleh sain banyak sekali: alam, tetumbuhan,hewan, dan manusia, serta kejadian-kejadian di sekitar alam, tetumbuhan, hewandan manusia itu; semuanya dapat diteliti oleh sain. Dari penelitian itulah muncul teori-teori sain. Teori-teori itu berkelompok atau dikelompokkan dalam masing-masing cabang sain. Teori-teori yang telah berkelompok itulah yang saya sebut struktur sain, baik cabang-cabang sain maupun isi masing-masing cabang sain tersebut. 

2.    Cara Memperoleh Pengetahuan Ilmu

Cara Memperoleh Pengetahuan Sain Pengalaman manusia sudah berkembang sejak lama. Yang dapat dicatat dengan baik ialah sejak tahun 600-an SM.
Pengetahuan sains didapat dengan menerapkan paham humanisme, rasionalisme, empirisme, dan positivisme. Humanisme ialah paham filsafat yang mengajarkan bahwa manusia mampu mengatur dirinya dan alam. Humanisme telah muncul pada zaman Yunani Lama (Yunani Kuno). Rasionalisme ialah paham yang mengatakan bahwa akal itulah alat pencari dan pengukur pengetahuan. Pengetahuan dicari dengan akal, temuannya diukur dengan akal pula. Empirisisme ialah paham filsafat yang mengajarkan
bahwa yang benar ialah yang logis dan ada bukti empiris. Positivisme mengajarkan bahwa kebenaran ialah yang logis, ada bukti empirisme, yang terukur. 

3.    Ukuran Kebenaran Pengetahuan Ilmu

Ukuran Kebenaran Pengetahuan Sain Ilmu berisi teori-teori. Jika Anda mengambil buku Ilmu (sain) Pendidikan, maka Anda akan menemukan teori-teori tentang pendidikan. Ilmu Bumi membicarakan teori-teori tentang bumi, Ilmu Hayat membahas teori-teori tentang makhluk hidup. Demikian seterusnya. Jadi, isi ilmu ialah teori. Jika kita bertanya apa ukuran kebenaran sain, maka yang kita tanya ialah apa ukuran kebenaran teori-teori sain. 

Aksiologi    
1.    Keguanaan Pengetahuan Ilmu

Secara umum, teori artinya pendapat yang beralasan. Alasan itu dapat berupa argumen logis, ini teori filsafat; berupa argumen perasaan atau keyakinan dan kadang-kadang empiris, ini teori dalam pengetahuan mistik; berupa argumen logis-empiris, ini teori sain. Sekurang-kurangnya ada tiga kegunaan teori sain: sebagai alat membuat eksplanasi, sebagai alat peramal, dan sebagai alat pengontrol.
  1. Teori Sebagai Alat Ekspalanasi Berbagai sain yang ada sampai sekarang ini secara umum berfungsi sebagai alat untuk membuat eksplanasi kenyataan. Menurut T. Jacob sain merupakan suatu sistem eksplanasi yang paling dapat diandalkan dibandingkan dengan sistem lainnya dalam memahami masa lampau, sekarang, serta mengubah masa depan.
  2. Teori Sebagai Alat Peramal Tatkala membuat eksplanasi, biasanya ilmuwan telah mengetahui juga faktor penyebab terjadinya gejala itu. Dengan “mengutak-atik” faktor penyebab itu, ilmuwan dapat membuat ramalan. Dalam bahasa kaum ilmuwan ramalan itu disebut prediksi, untuk membedakannya dari ramalan dukun
  3. Teori Sebagai Alat Pengontrol Eksplanasi merupakan bahan untuk membuat ramalan dan kontrol. Ilmuwan, selain mampu membuat ramalan berdasarkan eksplanasi gejala, juga dapat membuat kontrol.
2.    Cara Pengetahuan  Ilmu Menyelesaikan Masalah

Cara Sain Menyelesaian Masalah. Ilmu atau sain – yang isinya teori – dibuat untuk memudahkan kehidupan. Bila kita menghadapi kesulitan (biasanya disebut masalah), kita menghadapi dan menyelesaikan masalah itu dengan menggunakan ilmu (sebenarnya menggunakan teori ilmu). Dahulu orang mengambil air di bawah bukit, orang Sunda menyebutnya dilebak. Tatkala akan mengambil air, orang melalui jalan menurun sambilmembawa wadah air. Tatkala pulang ia melalui jalan menanjak sambil membawa wadah yang berisi air. Itu menyulitkan kehidupan. Untuk memudahkan, orang membuat sumur. Air tidak lagi harus diambil di lebak. Air dapat diambil dari sumur yang dapat dibuat dekat rumah. Membuat sumur memerlukan ilmu. Tetapi sumur masih menyusahkan karena masih harus menimba, kadang-kadang sumur amat dalam. Orang mencariteori agar air lebih mudah diambil. Lantas orang menggunakan pompa air yangdigerakkan dengan tangan. Masih susah juga, orang lantas menggunakan mesin. Sekarang air dengan mudah diperoleh, hanya memutar kran. Ilmu memudahkan kehidupan. 

Adapun langkah baku sain dalam menyelesaikan masalah: identifikasi masalah, mencari teori, menetapkan tindakan penyelesaian. Janganlah hendaknya terlalu mengandalkan sain tatkala timbul masalah. Ada dua sebab. Pertama, belum tentu teori sain yang ada mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi. Teori itu mungkin memadai pada zaman tertentu,digunakan untuk menghadapi masalah yang sama pada zaman yang lain, belumtentu teori itu efektif. Kedua, belum tentu setiap masalah tersedia teori untukmenyelesaikannya. Masalah selalu berkembang lebih cepat daripada perkembangan teori. Ilmu kita ternyata tidak pernah mencukupi untuk menyelesaikan masalah demi masalah yang diharapkan kepada kita. Apabila sain gagal menyelesaikan suatu masalah yang diajukankepadanya, maka sebaiknya masalah itu dihadapkan ke filsafat, mungkin filsafat mampu menyelesaikannya. Tentu dengan cara filsafat atau mungkin pengetahuan mistik dapat membantu. Yang terbaik ialah setiap masalah diselesaikan secara bersama-sama oleh sain, filsafat dan mistik, yang bekerjasama secara terpadu.

    Pengetahuan Mistik

Ontologi    
1.    Hakikat Pengetahuan Mistik

Pengetahuan Mistik adalah pengetahuan yang tidak adpat dipahami rasio, maksudnya hubungan sebab akibat yang terjadi tidak dapat dipahami rasio. Pengetahuan ini kadang-kadang memiliki bukti empiris tetapi kebanyakan tidak adapat dibuktikan secara empiris. 

2.    Struktur Pengetahuan Mistik

Dilihat dari segi sifatnya mistik dibagi menjadi dua, yaitu mistik biasa dan mistik magis.
Mistik biasa adalah mistik tanpa kekuatan tertentu. Dalam Islam mistik yang ini adalah tasawuf. Mistik magis adalah mistik yang mengandung kekuatan tertentu dan biasanya untuk mencapai kekuatan tertenyu. Mistik magis ini dapat dibagi dua yaitu mistik magis putih dan mistik magis hitam. Mistik magis putih dalam islam contohnya ialah mukjizat,, karamah, ilmu hikmah, sedangkan mistik magis hitam contohnya ialah santet dan sejenisnya yang menginduk kesihir, bahkan boleh jadi mistik magis hitam itu dapat dibuat sihir saja. 

Epistemologi   
 1.   Objek Pengetahuan Mistik

Adapun yang menjadi objek pengetahuan mistik ialah objek yang abstrak-supra-rasional, seperti alam gaib termasuk Tuhan, Malaikat, surga, neraka, jin dan lain-lain. Termasuk objek yang hanya dapat diketahui melalui pengetahuan mistik ialah objek-objek yang tidak dapat dipahami oleh rasio, yaitu objek-objek supra natural (supra rasional), seperti kebal, debus, pelet, penggunaan jin dan santet. 

2.    Cara Memperoleh Pengetahuan Mistik

 Pengetahuan mistik tidak diperoleh melalui indra ataupun melalui akal. Pengetahuan mistik diperoleh melalui rasa. 

Pada umumnya cara memperoleh pengetahuan mistik adalah dengan latihan yang disebutjuga riyadhah. Dari riyadhah itu manusia memperoleh pencerahan, memperoleh pengetahuan yang dalam tasawuf disebut ma’rifah. 

3.    Ukuran Kebenaran Pengetahuan Mistik

Kebenaran mistik dapat diukur dengan berbagai macam ukuran. Bila pengetahuan itu berasal dari tuhan, maka ukuran kebenarannya adalah teks Tuhan yang memnyebutkan hal itu. Tuhan mengatakan dalam Al-Qur’an bahwa surge dan neraka itu ada, maka teks itulah yang menjadi bukti bahwa pernyataan itu benar. Ada kalanya ukuran akan kebenaran pengetahuan mistik itu adalah kepercayaan. Jadi sesuatu akan dianggap benar karena kita mempercayai akan hal tersebut. Kita percaya bahwa jin dapat disuruh oleh kita untuk melakukan suatu pekerjaan, maka kepercayaan itulah yang akan menjadi kepercayaannya. Adapun kebenaran suatu teori dalam pengetahuan mistik diukur dengan bukti empiric dalam hal ini maka bukti empiriklah yang menjadi ukuran kebenarannya.

Aksiologi    
1.    Keguanaan Pengetahuan Mistik

Pengetahuan mistik itu amat subjektif, yang paling tahu penggunaannya ialah pemiliknya. Seharusnya kita bertanya kepada pengamal tasawuf, para pengamal ahli hikmah, atau kepada dukun mereka gunakan untuk apa pengetahuannya itu. Secara kasar kita dapat memperkuat keimanan, mistik-magis-putih digunakan untuk kebaikan, sedangkan mistik-magis-hitam digunakan untuk tujuan jahat.

Di kalangan sufi ( pengetahuan mistik biasa ) dapat menentramkan jiwa mereka, mereka bahkan menemukan kenikmatan luar biasa tatkala ‘ berjumpa’ dengan kekasihnya ( Tuhan ). Pengetahuan mereka sering dapat menyelesaikan masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh sain dan filsafat. Pemegang mistik magis putih menggunakan pengetahuannya untuk kebaikan. Jenis mistik lain seperti kekebalan, pelet, debus, dan lain-lain diperlukan atau berguna bagi seseorang sesuai dengan situasi dan kondisi tertentu, terlepas dari benar atau tidak penggunaannya. 

2.    Cara Pengetahuan  Mistik Menyelesaikan Masalah

Para ahli hikmah dengan metode kasyf telah menemukan bahwa di dalam agama ada muatan-muatan praktis untuk digunakan dalam menyelesaikan masalah seperti mengatasi sesuatu kebutuhan. Mereka menyadari bahwa kekuatan Tuhan baik yang ada dalam diri-Nya atau yang ada dalam firman-Nya dapat digunakan oleh manusia.

Karakteristik ajaran filsafat rasionalisme, empirisme, kritisisme, positifisme dan falsifikasionisme dari segi epistemology yakni sumber pengetahuan, beserta metode memperoleh pengetahuan dan ukuran kebenaran pengetahuan:

a.    Filsafat Rasionalisme

Secara terminologis, aliran ini dipandang sebagai aliran yang berpegang pada prinsip bahwa akal harus diberi peranan utama dalam penjelasan. Ia menekankan akal budi (rasio) sebagai sumber utama pengetahuan, mendahului atau unggul atas, dan bebas (terlepas) dari pengamatan inderawi. Hanya pengetahuan yang diperoleh melalui akal yang memenuhi syarat semua pengetahuan ilmiah. 

    Rasionalisme atau gerakan rasionalis menyatakan bahwa kebenaran harus ditentukan melalui pembuktian, logika, dan analisis yang berdasarkan fakta, daripada melalui iman, dogma, atau ajaran agama. 

    Salah satu pengusung aliran rasionalisme adalah Descartes. Metode yang digunakan Descartes disebut dengan apriori yang secara harfiah berarti berdasarkan adanya hal-hal yang mendahului. Maksudnya adalah dengan menggunakan metode ini, manusia seakan-akan sudah mengetahui dengan pasti segala gejala yang terjadi. 

b.    Filsafat Empirisme

Aliran ini menyatakan bahwa sumber ilmu pengetahuan adalah pengalaman, baik lahir maupun batin, sedangkan akal hanya berfungsi mengatur dan mengolah data yang diperoleh dari pengalaman. 

    Metode yang digunakan adalah aposteriori atau metode yang berdasarkan atas hal-hal yang terjadi pada kemudian. Aliran ini dipelopori oleh Francis Bacon yang memperkenalkan metode eksperimen.

    Empirismen adalah pengetahuan filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan. Oleh karena itu, setiap orang yang menyatakan telah memiliki pengetahuan, ia harus bisa membuktikan bahwa pengetahuan itu berdasarkan pengalaman yang dapat diketahui oleh indera manusia. 

c.    Filsafat Kritisisme

Kritisisme merupakan aliran yang bermaksud menyatukan dua pandangan yang berbeda antara rasionalisme dan empirisme yang dipelopori oleh Immanuel Kant (1724-1804). Ia berpendapat bahwa pengetahuan merupakan hasil yang diperoleh dari kerjasama antara dua komponen, yaitu yang bersifat pengalaman inderawi dan cara mengolah yang akan menimbulkan hubungan antara sebab dan akibat. Oleh karena itu, dibutuhkan pemikiran yang kritis pada setiap gejala dan analisis yang kuat. 

Kant menamai sendiri cara berfilsafatnya dengan metode “Kritis”. Kritik pertamanya, (CPR), mengambil sudut pandang teoretis. Ini berarti jawaban-jawaban atas semua pertanyaan yang diajukan berkenaan dengan pengetahuan kita. Dua kritik lainnya kadang-kadang menjawab pertanyaan yang sama dengan cara yang berbeda, karena mengambil sudut pandang berbeda. 

Filsafat kritisisme menegaskan keterbatasan kemampuan rasio manusia untuk mengetahui realitas atau hakikat sesuatu, karena rasio hanya mampu menjangkau gejalanya atau fenomenany asaja. Aliran ini juga menjelaskan bahwa pengenalan manusia atasse suatu itu diperoleh atas perpaduan antara peranan unsur Anaximenes priori yang berasal dari rasio serta berupa ruang dan waktu dan peranan unsur aposteriori yang berasal dari pengalaman yang berup amateri. 

d.    Filsafat Positivisme

Menurut positivisme, pengetahuan kita tidak pernah boleh melebihi fakta-fakta. Ilmu pengetahuan empiris menjadi contoh istimewa dalam bidang pengetahuan. Aliran ini jelas menolak cabang filsafat metafisika. Menanyakan “hakikat” benda-benda atau “penyebab yang sebenarnya”, termasuk juga filsafat, hanya menyelidiki fakta-fakta dan hubungan yang terdapat antara fakta-fakta. 

Ilmu pengetahuan tidak semuanya mencapai kematangan yang sama pada saat yang bersamaan. Oleh karena itu, memungkinkan untuk melukiskan perkembangan ilmu pengetahuan berdasarkan rumitnya bahan yang dipelajari di dalamnya. Urutan ilmu pengetahuan tersusun sedemikian rupa, sehingga yang satu selalu mengandalkan ilmu pengetahuan yang lahir mendahuluinya. 

Positivisme menyempurnakan empirisme dan rasionalisme atau dengan kata lain positivisme menyempurnakan metode ilmiah dengan memasukkan eksperimen dan ukuran-ukuran. Aliran ini mengajarkan bahwa kebenaran adalah sesuatu yang logis, ada bukti empirisnya yang terukur.“Terukur” inilah sumbangan penting positivisme. 

e.    Filsafat Falsifikasionisme

Salah satu pengusung filsafat falsifikasionisme adalah Karl Popper. Ia ingin menghindari dua ekstrim yaitu objektivitisme yang memandang hukum alam ada pada kenyataan fisis dan subjektivisme yang berpandangan bahwa hukum alam adalah dimiliki dan dikuasai manusia. Bagi Popper, manusia terus bergerak semakin mendekati kebenaran. 

Pengembangan ilmu dilakukan dengan cara merontokkan teori karena terbukti salah, untuk mendapatkan teori yang baru. Karena itu, falsifikasimen jadi metode atau alat untuk membedakan ilmu murni dariapa yang disebut Popper sebagai ilmu tiruan, sehingga Popper mengatakan“science is permanence and criticism is the heart of the scientific enterprise.”

Jadi, kriteria keilmiahan sebuah teori adalah teori itu harus bisa disalahkan, bisa disangkal, dan bisa diuji. Pemikiran Popper ini mengantarkannya dikenal sebagai epistemology rasionalisme-kritis dan empiris-modern. 

Empat teori tentang kebenaran yakni correspondensi, koherensi, pragmatis dan religius besertai contohnya:
a.    Teori Korespondensi

    Menurut teori ini, kebenaran atau keadaan benar itu apabila ada kesesuaian (Correspondence) antara arti yang dimaksud oleh suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju oleh pernyataan atau pendapat tersebut.  Atau dengan kata lain, sebuah konstruk dalam makna rasional adalah kesesuaian sesuatu dengan kebenaran objektif rasional universal. Dan konsep berpikir koheren adalah yang berdasarkan kebenaran moral atau nilai. Sesuatu dipandang benar bila sesuai dengan moral tertentu.  Kebenaran adalah yang bersesuaian dengan fakta, yang berselaras dengan realitas, yang serasi dengan situasi aktual.

Sebagaimana contoh dapat dikemukakan, “ Jakarta adalah ibu kota Republik Indonesia”. Pernyataan ini disebut benar karena kenyataanya Jakarta memang ibukota Republik Indonesia. Kebenarannya terletak pada hubungan antara pernyataan dengan pernyataan. Adapun jika dikatakan Bandung sebagai Ibu kota Republik Indonesia, maka pernyataan itu salah karena tidak sesuai antara pernyataan dengan kenyataan. 

Dalam dunia sains teori ini sangatlah penting digunakan demi mencapai suatu kebenaran yang dapat diterima oleh semua orang. Contoh lain ialah, bentuk bumi adalah bulat menyerupai bola, setelah dikaji dan diteliti ternyata benar adanya, maka pernyataan yang mengatakan bumi bulat meyerupai bola dianggap suatu kebenaran. Dan jika dikatakan dataran bumi itu datar, kemudian setelah dilakukan penelitian ternyata dataran bumi itu bulat, maka pernyataan yang mengatakan bumi itu datar dianggap salah kerena tidak sesuia dengan kenyataan.

b.    Teori Koherensi

Teori Koherensi atau bisa disebut dengan teori konsistensi (the consistence theory of truth). Menurut teori ini kebenaran tidak dibentuk atas hubungan antara putusan (judgement) dengan sesuatu yang lain,yaitu fakta atau realitas, tetapi antara putusan-putusan itu sendiri. Kebenaran ditegakkan atas hubungan antara putusan yang baru itu dengan putusan-putusan lainnya yang telah diakui dan diketahui kebenarannya terlebih dahulu. 

Jadi menurut teori ini, putusan yang satu dengan yang lainnya saling berhubungan dan saling menerangkan satu sama lain. Karenanya lahirlah rumusan Truth is a systematic coherence kebenaran adalah saling hubungan yang sistematis, dan kebenaran adalah konsistensi kecocokan. 

Diantara bentuk pengetahuan yang penyusunannya dan pembuktiannya didasarkan pada teori koherensi adalah ilmu matematika dan turunannya. Matematika disusun pada beberapa dasar pernyataan yang dianggap benar, yaitu aksioma. Dengan menggunakan beberapa aksioma disusun teorema. Di atas teorema dikembangkan kaidah-kaidah matematika yang secara keseluruhan merupakan suatu sistem yang konsisten. Contoh 3+3=6 adalah benar karena sesuai dengan kebenaran yang sudah disepakati bersama, terutama oleh komunitas matematika. Jadi, ukuran kebenaran pada teori koherensi ini adalah konsistensi dan presisi. 

c.    Teori Pragmatis

Menurut teori pragmatisme, suatu kebenaran dan suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan manusia. Teori, hipotesa, atau ide adalah benar apabila ia membaca pada akibat yang memuaskan, apabila ia berlaku pada praktik, apabila ia mempunyai nilai praktis. Kebenaran terbukti oleh kegunaannya, oleh hasilnya dan oleh sebab akibat praktiknya. Jadi kebenaran ialah apa saja yang berlaku. 

Dari teori ini dapat diberikan sebuah contoh pandangan penganut teori pragmatisme tentang Tuhan. Bagi pragmatisme suatu agama bukan benar karena Tuhan yang disembah oleh penganut agama itu sungguh-sungguh ada. Tetapi agama itu dianggap benar karena pengaruhnya yang positif  atas kehidupan manusia. Berkat kepercayaan orang akan Tuhan maka kehidupan masyarakat berlaku secara tertib dan jiwanya semakin tenang. 

d.    Teori Religius

Teori religius atau juga disebut dengan teori agama menyatakan bahwa suatu kebenaran apabila sesuai dengan ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak oleh karena itu sangat wajar ketika Imam Al Ghazali merasa tidak puas dengan penemuan-penemuan akalnya dalam mencari suatu kebenaran kemudian. Akhirnya, Al Ghazali sampai pada kebenaran yang kemudian dalam tasawuf setelah dia mengalami proses yang amat panjang dan berbelit-belit. Tasawuflah yang menghilangkan segala keragu-raguan tentang segala sesuatu. 

Pandangan tentang keilmuan yang bebas nilai (value free).
Menurut Josep Situmorang, bebas  nilai artinya tuntutan terhadap setiap kegiatan ilmiah agar didasarkan pada hakikat ilmu pengetahuan itu sendiri, di mana ilmu pengetahuan menolak campur tangan faktor eksternal yang tidak secara hakiki menentukan ilmu pengetahuan itu sendiri. 

a.    Keuntungan pandangan yang mengatakan ilmu itu bebas nilai:
  1. Bebas dari pengandaian-pengandaian yakni bebas dari pengaruh eksternal seperti: faktor politis, ideologi, agama, budaya, dan unsur kemasyarakatan lainnya.
  2. Adanya kebebasan usaha ilmiah agar otonomi ilmu pengetahuan terjamin.
b.    Kerugiannya:
  1. Penelitian ilmiah tidak luput dari pertimbangan etis yang sering dituding menghambat kemajuan ilmu, karena nilai etis itu sendiri bersifat universal.
  2. Para ilmuan sulit untuk memancangkan bendera otonomi ilmiah di dalam suatu negara yang meletakkan kekuasaan sebagai faktor yang dominan dalam mengambil suatu kebijakan.
  3. Kemungkinan timbulnya konflik kepentingan antarapihak ilmuwan dengan klaim kebenarannya sedang penguasa dengan klaim kewenangannya. Biasanya di negara-negara berkembang konflik itu akan dimenangkan oleh pemegang kekuasaan, karena para otoritas ilmuwan hanya sebatas lingkup akademik yang terletak dalam lingkup yang lebih besar yakni kekuasaan (otoritas politik). 
Langkah-langkah dalam metode ilmiah beserta contohnya:

Langkah-langkah sebagai alur berfikir yang tercakup dalam metode ilmiah dapat di jabarkan dalam suatu prosedur yang mencerminkan tahapan-tahapan dalam kegiatan ilmiah. Kerangka berfikir ilmiah yang berintikan logico-hypotetico-verifikatif ini pada dasarnya terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:
  1. Rumusan masalah, itu merupakan langkah pertama dalam metode ilmiah berisi pertanyan mengenai objek empiris yang jelas batas-batasnya dan dapat di identifikasi faktor-faktor yang terkait di dalamnya.
  2. Menentukan khasanah pengetahuan ilmiah, ini merupakan langkah kedua dalam metode ilmiah berisi kumpulan-kumpulan informasi ilmiah yang di gali melalui berbagai literatur ilmiah, jurnal ilmiah, diskusi ilmiah, wawancara dengan nara sumber atau pakar bidang keilmuan terkait dengan permasalahan yang akan di carikan solusi pemecahannya.
  3. Penyusunan kerangka berfikir dalam penyusunan hipotesis, ini merupakan langkah ketiga dalam metode ilmiah berisi argumentasi yang di bangun berdasarkan khasanah ilmu pengetahuan ilmiah yang di ambil sebagai landasan teori, sehingga dapat menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai faktor yang saling terkait dan membentuk konstelasi permasalahan atau hubungan antara variabel bebas dan terkait. Karena berfikir ini di susun secara rasional berdasarkan premis-premis ilmiah yang telah di teruji kebenarannya dengan memperhatikan faktor-faktor empiris yang relevan dengan permasalahan.
  4. Penyusunan hipotesis, ini merupakan langkah keempat dalam metode ilmiah yang berisi jawaban sementara atau dugan sementara terhadap pertanyaan yang di ajukan dalam perumusan masalah, sedangkan rumusan hipotesis ini materi yang di buat berupa kesimpulan dari kerangka berfikir yang di kembangkan
  5. Pengujian hipotesis, ini merupakan langkah kelima dalam metode ilmiah berisi kegiatan pengumpulan fakta atau data-data empiris yang relevan dengan hipotesis yang di ajukan, kemudian dilakukan analisis mengunakan uji statistik, sedangkan hasilnya dapat di jadikan sebagai data untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung tersebut atau tidak.
  6. Penarikan kesimpulan, ini merupakan langkah keenam dalam metode ilmiah berisi penilaian apakah hipotesis yang di ajukan berdasarkan data yang di temukan di lapangan di terima atau di tolak. Bila dalam proses pengujian terdapat fakta-fakta yang cukup dan mendukung hipotesis maka hipotesis yang di ajukan dapat di terima. Sebaliknya bila data-data yang di kumpulkan dari lapangan ternyata tidak mendukung hipotesis yang mendukung hipotesis yang di ajukan maka hipotesis yang di ajukan di tolak. Hipotesis yang di terima kemudian di anggap menjadi bagian dari pengetahuan ilmiah sebab telah memenuhi persyaratan keilmuan, yaitu mempunyai kerangka penjelasan yang konsisten dengan pengetahuan ilmiah sebelumnya serta telah teruji kebenarannya.

DAFTAR PUSTAKA


Mohamad Muslih, Filsafat Ilmu Kajian Atas Asumsi Dasar, Paradigma, dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan, (Yogyakarta: Belukar, 2004)
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu,(Jakarta: Rajawali Pers, 2013)
A. Susanto,  Filsafat Ilmu Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis dan Aksiologis, (Jakarta: Bumi Aksara,2011)
Rizal Mustansyir & Misnal Munir, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004)
A. Fuad Ihsan,  Filsafat Ilmu,(Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2010)
Stephen Palmquist, Pohon Filsafat (Teks Kuliah Pengantar Filsafat), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,  2007)
Juhaya S.Praja,  Aliran-Aliran Filsafat dan Etika,  (Jakarta: Kencana, 2008)
Muhammad Alfan, Filsafat Modern, (Bandung: PustakaSetia, 2013)
Poedjawijatna, PembimbingkeArahFilsafat, (Jakarta: RinekaCipta, 1997)
AsmoroAchmadi, FilsafatUmum, (Jakarta: Raja GrafindoPersada, 2005)
HarunHadiwijono, Sari SejarahFilsafat 2, (Yogyakarta: Kanisius, 1980)
Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995)
Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu Mengurai Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi Pengetahuan, (Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2012)
 Ayi Sofyan,  Kapita Selekta Filsafat, (Bandung: Pustaka Setia, 2010)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "FILSAFAT ILMU "

Posting Komentar